Sunday, January 27, 2013

BAHAYAKAH JIKA ANAK GILA BOLA?



Bahayakah Jika Anak Gila Bola?

 

     Sepakbola, sudah bukan lagi menjadi sekedar hobi bermain, tapi kini para penggila olahraga sepakbola atau biasa disebut gibol (gila bola), sudah membentuk komunitas tersendiri. Selama gibol masih on the track yang benar, rasanya tak ada yang salah dengan kecenderungan itu. Tapi bagaimana jika gibol menyerang buah hati Anda? Apa mengkhawatirkan, dan apa yang harus Anda lakukan?

Seorang ibu mengeluh kepada psikolog di Batam. “Anak saya sekarang sudah tak mau lagi ikut kegiatan ekstrakulikuler di sekolah, selain sepakbola. Hampir setiap hari, aktivitasnya tak jauh-jauh dari bola, dan bola. Mulai dari bermain bola dengan kawan-kawannya, membaca berita sepakbola di koran, sampai bergadang hanya untuk menonton tayangan langsung pertandingan sepakbola. Bukan hanya tim-tim dalam negeri yang ditonton, nama-nama pemain tim Italia, Inggris dan Belanda sudah dihapal di luar kepalanya.”

    Seorang bapak lainnya juga mengeluhkan hal serupa. “Anak saya sekarang sudah kelas lima. Hari-hari yang ada di otaknya hanya sepakbola. Ketika duduk di kelas dua hingga kelas empat, cita-citanya masih ingin menjadi pilot pesawat tempur. Tapi sekarang ia sudah tak lagi bercita-cita, sejak menjadi gibol.”

Semakin hari, keluhan seperti itu kian menumpuk. Ketika Qalam melakukan penelusuran kepada sejumlah orangtua dan psikolog, terbukti semakin banyak saja orangtua yang resah dan khawatir terjadap tumbuh kembang anak mereka, sejak menjadi gibol. Namun pandangan berbeda disampaikan psikolog yang juga Ketua Komisi Perlindungan Anak Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) Bibiana Dyah Sucahyani, yang menilai tak ada masalah dengan gibol, dan kecenderungan itu tak perlu dikhawatirkan. “Justru bisa dijadikan sebagai motivasi,” tegasnya.

    Menurut alumni Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta itu, dampak positif kesenangan anak pada olahraga sepakbola adalah terwujudnya sarana penyaluran energi anak kepada hal-hal positif. Motorik anak akan terlatih. Juga, dari kecenderungannya itu dapat diamati apakah si anak memang benar-benar memiliki potensi di bidang sepakbola.

Lebih jauh, sepakbola akan melatih anak untuk bersikap sportif, taat aturan, bisa bekerjasama dalam tim, disiplin dan mempelajari berbagai strategi. Hanya ada sedikit dampak negatifnya jika si anak tidak diperhatikan keseimbangan kegiatannya dengan hal lain. Hingga anak hanya akan menghabiskan waktunya untuk bermain atau menonton bola, ia pun akan lupa untuk belajar.

     Tapi, jika gibol disalurkan dengan cara yang tepat, tentu tak akan mengganggu prestasi belajar anak. Gibol justru akan lebih memotivasi anak. Misalnya, jika anak berprestasi atau mendapat nilai bagus di sekolah, maka orangtua dapat mengajak si anak nonton langsung pertandingan sepakbola tim kesayangan. Atau, membelikannya sampul buku bergambar bola dan sebagainya. Disamping itu, gambar pemain idola juga dapat dijadikan motivasi untuk memacu prestasi akademik anak.

      Permainan sepakbola juga dapat berdampak langsung pada kegiatan belajar anak. Jika anak dapat fokus pada bola saat bermain sepakbola, ia pun akan mampu fokus pada pelajaran di kelas.

     Kiat menghadapi anak yang gibol, orangtua harus lebih kreatif mempergaulinya. Biasanya, anak gibol cenderung kinesketik, maka metode pembelajaran kinesketik yang layak digunakan untuk membantu anak lebih menguasai pelajarannya.

     Lalu, bagaimana cara menyalurkan bakat anak gibol? Menutur Bibiana, diperlukan stimulasi dengan minat bakat yang relevan. Karena ia memiliki kecerdasan kinesketik, pilihan tepat adalah memasukkan anak ke klub sepakbola. Namun tentunya, harus diupayakan adanya kesepakatan bersama antara anak dan orangtua dalam urusan mengatur waktu.

      Bagi kalangan penyelenggara pendidikan, anak-anak gibol bisa diberdayakan dengan menyelenggarakan kegiatan ekstrakurikuler sepakbola. Dalam kegiatan itu, anak diberi kesempatan untuk menunjukkan kemampuan multiple intelligencesnya. Salah satunya kecerdasan kinestik. Dengan memberi stimulasi dan kesempatan kepada anak gibol, kiranya pengembangan potensi dan penyaluran minatnya yang terarah, sangat dapat membantu dalam pembentukan karakter positif dirinya.


Kesehatan Mental Gibol


      Jika ditelusuri lebih jauh hasil-hasil penelitian dan dampak psikologis dari gibol, fakta cukup mengejutkan dapat ditemui. Dalam penelitian yang dilakukan Masterton G. dan Mander J.A. (1990) yang dimuat dalam The British Journal of Psychiatry, dibuktikan bahwa saat Piala Dunia sepakbola digelar, jumlah pasien gawat darurat psikiatri mengalami penurunan besar selama dan sesudah pertandingan final.

     Memang, ketika tim pujaan kalah, ada pengaruh negatif bagi kesehatan para gibol pencinta tim itu. Tapi pengaruh itu tidak terlalu serius. Karena menonton pertandingan sepakbola, menurut penelitian itu, merupakan tindakan katarsis yang memberi kesempatan penonton pria untuk mengekspresikan dan merilis emosi internalnya.

     Lebih dari itu, ternyata gibol juga terbukti dapat mencegah kaum muda dari aksi percobaan bunuh diri. Sebab, saat menonton pertandingan sepakbola, para gibol memiliki cukup banyak momentum untuk melepaskan ekspresi emosi. Secara psikologis, hal ini dapat membantu mereka untuk menurunkan tingkat stres, yang sebagian berujung pada upaya bunuh diri.

      Seperti dirilis Mental Health Foundation dari Inggris, saat mengalami masalah mental, satu dari empat lelaki muda di bawah umur 35 tahun rentan untuk melakukan bunuh diri. Kelompok usia ini memang merupakan penggemar bola terbanyak di seluruh dunia. Maka, pelepasan emosi –dengan menonton sepakbola- penting untuk menjaga kesehatan. Seperti menurut penelitian yang dilakukan psikolog dari Northumbria University Inggris, gara-gara sepakbola, pria menjadi lebih mudah untuk mengungkapkan emosinya.

     Selain berdampak pada emosi, sepakbola juga sangat berpengaruh kepada relasi, identitas, dan penghargaan diri. Menurut penelitian Sir Norman Chester Centre for Football Research, University of Leicester di Inggris, satu di antara empat orang yang menyebut dirinya penggila bola, mengatakan bahwa sepakbola merupakan satu hal paling penting dalam hidup mereka.

     Di balik manfaat itu, ada bahaya yang mengintai gibol jika tidak diantisipasi dampaknya. Sebuah penelitian membuktikan, menjelang pertandingan Piala Eropa 2008, para dokter di benua Eropa telah bersiap-siap menghadapi meningkatnya panggilan gawat darurat, serangan jantung, kekerasan pada istri, pelanggaran menyetir dalam keadaan mabuk, depresi, melukai diri sendiri, bahkan bunuh diri. “Semakin penting pertandingan, semakin besar resikonya,” ujar Ute Wilbert-Lampert, peneliti dari The Munich University Clinic di Jerman, sebagaimana dikutip kantor berita AFP.

       Selama pertandingan Piala Dunia 2006, ditemukan sejumlah kasus cardiac arrest atau jantung berhenti mendadak dan berdebar-debar yang menimpa kaum pria di Munich. Di kalangan wanita, kasus itu meningkat dua kali lipat. Terlebih ketika Tim Jerman berlaga di perempatfinal melawan Argentina. Kasusnya kian meningkat saat Jerman berlaga di semifinal melawan Italia, dan kalah.

        Di Inggris, peneliti menemukan serangan jantung meningkat 25 persen ketika Inggris kalah dari Argentina melalui tendangan pinalti di Piala Dunia 1998. Peningkatan angka itu membuat para ahli menganjurkan agar kalangan orang yang memiliki resiko stres gara-gara pertandingan bola, untuk mengonsumsi obat-obatan receptor blocker, aspirin, dan statin. Mereka bahkan menawarkan kalangan yang rentan itu melakukan terapi perilaku untuk menenangkan diri sebelum duduk di sofa dan menonton pertandingan.

      Herve Douard ahli penyakit jantung di University Hospital Clinic di Bordeaux, Perancis, menganjurkan agar para pasiennya yang berpotensi terserang jantung maupun yang efektif terserang jantung, untuk tidak nonton pertandingan penting sepakbola.

    Tapi, tidak semua pertandingan sepakbola mendatangkan bahaya. Sebuah penelitian terbaru, seperti dirilis situs BBC menyatakan, menonton tim sepakbola kesayangan menang dalam pertandingan penting, akan berefek baik untuk jantung. Buktinya, angka kematian karena serangan jantung di Perancis mengalami penurunan signifikan, ketika tim nasional mereka menang 3-0 atas Brasil di Final Piala Dunia 1998. (saibansah dardani)

 


No comments:

Post a Comment