Sunday, January 27, 2013

LANGKAH AWAL MEMULAI BISNIS


AR Junaedi

 

Pengelola bisnis ritel busana dan transportasi internasional, tinggal di Jakarta.
     Suatu ketika, Ria, seorang mahasiswi tingkat akhir dan sebentar lagi lulus di salah satu universitas ibokota, berkonsultasi kepada saya melalui blog pribadi saya. “Bapak, saya sangat termotivasi dan ingin membuka usaha. Karena menurut saya, bidang ini adalah yang terbaik daripada saya susah2 mencari kerja. Dari dulu, saya punya mimpi suatu saat saya ingin menciptakan lapangan kerja untuk orang-orang di sekitar saya. Dan jawabannya saya temukan, yaitu dengan merintis usaha. Tapi, saya saat ini masih belum percaya diri dan punya cukup keberanian untuk memulainya. Mengingat saya juga masih akan memulai terjun di dunia kerja.”
      Senang sekali mendengar mengakuan tulus seorang mahasiswa yang ingin memulai usaha sendiri, di kala banyak teman-temannya justru berebut ingin menjadi karyawan. Walau memang, tak ada yang salah dengan karyawan, tapi saat ini Indonesia justru sedang butuh lahirnya banyak entrepreneur untuk menguatkan kemandirian bangsa ini.
Untuk menjawab pertanyaan Ria di atas, hal apa yang harus dipersiapkan untuk merintis usaha? Jawaban simpel: Mulai saja! Ya, mulai saja. Biasanya, kalau kita memikirkan persiapan, akan semakin lama kita akan dapat memulai sesuatu. Bukankah kita memang paling ahli untuk menunda dengan beribu alasan yang menurut kita masuk akal?
Karenanya, tak perlu menunggu mental kuat untuk melangkah. Karena mental justru akan terasah ketika kita sudah memulai dan langsung bergelut dengan usaha. Tidak perlu juga menunggu sampai punya percaya diri (Pede). Karena Pede pun terbentuk dengan terjun langsung di bisnis tadi.
       Ada seorang sahabat sangat ingin membuka bisnis apotik. Sudah dengan perhitungan modal untung rugi yang matang, tanya kana-kiri pada ahli, dan sudah melihat-lihat lokasi, tapi ia tidak juga memulai. Itu ia lakukan setahun lalu. Sekarang, apa yang terjadi? Masih tidak ada perubahan. Karena ia tidak juga memulai usahanya dengan berbagai alasan. Excuse. Akibatnya, tempat-tempat yang ia incar dulu untuk lokasi apotik, sekarang sudah diisi oleh apotik orang lain. Orang yang berani bertindak.
      Seperti orang yang ingin pergi ke Bandung, sahabat saya itu tak pernah sampai Bandung karena tidak ada langkah pertama. Ia sibuk berecana, mencari peta, belajar mendalami Kota Bandung. Selama ia tidak mulai melangkah, tentunya tak akan mungkin ia sampai ke kota tujuan.
       Namun, bagi yang berani memulai perjalanan, meski tidak tahu jalan sama sekali, ia akan tetap sampai. Dalam perjalanannya, memang bisa saja ada berbagai kendala dan hambatan. Tapi dengan tetap konsisten berjalan dan jelasnya tujuan, ia pasti akan sampai. Bahkan ia bisa menemukan jalan pintas. Jadi, mulailah segalanya dari yang kecil, fokus dan tetap pada impian kita.

Motivasi Diri

 

      Agar perjalanan kita bisa sampai ke tujuan yang kita impikan, ada beberapa tahapan yang sering digunakan sebagai dasar pemikiran dan kegiatan Komunitas Tangan di Atas (TDA):

1. Pertama, pray (berdoa). 
     Sebelum memulai aktivitas apapun, menghadaplah pada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kaya, Sang Maha Menentukan. Tundukan hati dan mintalah petunjuk-Nya, agar pilihan-pilihan yang kita ambil makin mendekatkan pada mimpi kita dengan jalan yang baik. Karena jalan Tuhan adalah jalan kebaikan.
    Sering kali kita lupa. Kita menghadap Allah, hanya di saat susah atau “mentok” saja. Tidak salah memang, karena Allah pasti menerima kita dalam kondisi apapun. Namun, alangkah indahnya bila saat kita memulai perjalanan ditemani oleh Sang Maha Kasih, yang akan akan Menjaga dan Memberikan hasil terbaik untuk kita. Allah pasti tak akan membiarkan hamba-Nya yang sungguh-sungguh berikhtiar tanpa balasan berlimpah. Berdoalah, pasti akan Allah kabulkan.

2. Kedua, reason (alasan yang kuat).
    Miliki alasan yang kuat, mengapa kita harus berhasil dalam bisnis. Alasan yang bersifat personal. Bisa dengan menciptakan “surga” dan “neraka”. Maksudnya, surga: mencari alasan terkuat yang bisa membuat bahagia diri kita, ibu, bapak, saudara atau orang yang kita cintai.
     Misalnya, kita ingin memberangkatkan orangtua kita beribadah haji. Bayangkan dan rasakan kebahagiaan wajah ibunda dan ayahanda yang bisa berangkat ke tanah suci berkat hasil kerja keras kita. Bayangkan rasa bangga mereka melihat keberhasilan bisnis kita, yang bisa mengantarkan mereka menunaikan kewajiban sebagai muslim itu.
    Atau banyak alasan lainnya untuk menciptakan “surga”. Seperti yang keinginan menciptakan lapangan kerja bagi banyak orang, seperti yang diinginkan Ria di atas. Bayangkan itu sudah terjadi, dan rasakan kebahagiaan karyawan kita ketika bekerja dan menerima penghasilan dari lapangan kerja ciptaan kita. Semua itu tentu akan menjadi alasan kuat yang akan mendorong kita untuk bekerja dengan segenap tenaga dan konsisten mencapai yang kita inginkan.
      ”Neraka”, yaitu dengan membuat alasan terkuat -yang juga bersifat personal-, yang bila kita tidak berhasil, maka diri kita sendiri atau orang yang kita cintai akan menderita.
Beberapa waktu lalu, ketika saya berkunjung ke rumah sakit, ada sebuah keluarga yang sedang berkumpul, merundingkan apakah ayah mereka yang sedang sakit berat akan tetap masuk ruang ICU dengan biaya mahal, atau dibawa pulang saja dengan resiko fatal, karena ketiadaan biaya.
      Tentu kita tak ingin hal itu terjadi pada keluarga kita. Kita pasti ingin memberi perawatan terbaik untuk orang yang kita cintai. Keadaan sulit bagaikan neraka seperti itu, bisa menjadi alasan sangat kuat mengapa kita harus berhasil.
        Jadi, cobalah mencari tahu: What is your self emosional burning desire to make you consistance in action? Apa landasan emosional diri Anda yang akan membangun keinginan untuk membuat Anda konsisten melakukan sesuatu. Dengan alasan yang bersifat personal dengan melibatkan emosi diri, kita akan lebih bersungguh-sungguh, ketimbang alasan yang bukan dari dalam diri.


3. Ketiga, belief (sikap mental). 
      Keyakinan yang tertanam dalam diri kita, akan menentukan pola pikir dan membentuk karakter diri dalam merespons setiap hal yang terjadi.
       Belief sudah tertanam dalam diri kita sedari kecil. Keyakinan yang keliru, yang bisa saja sudah melekat dalam diri kita, akan menghambat kemampuan kita yang sebenarnya luar biasa. Contoh, ada orangtua lebih bangga anaknya setelah lulus kuliah, mendapat pekerjaan di perusahaan besar. Atau menjadi pegawai negeri ketimbang menjadi wiraswasta.
     Belief seperti ini, akan membuat pola pikir kita mengarahkan kita untuk mengesankan, bahwa wiraswasta bukan hal yang bisa menjadi jalan kesuksesan kita. Menjadi pengusaha, digambarkan bagai sesuatu yang sulit. Banyak resiko. Bidang itu hanya spesial untuk orang yang punya darah pengusaha. Dan berbagai keyakinan lain yang sebenarnya masih perlu dibuktikan kebenarannya.
    Belief seperti ini bisa gantikan dengan keyakinan yang baru. Caranya, dengan membuka lagi wawasan kita dengan bergaul bersama orang sukses. Atau lakukan ATM (Amati, Tiru, lalu Modifikasi) jejak rekam kesuksesan para pengusaha. Nantinya, belief yang menghambat di atas, akan tergantikan dengan belief yang membangun.
     Disamping itu, kita perlu mereset ulang keyakinan, dan kembali meyakini bahwa kita bisa sukses. Memang, ada kemungkinan kita untuk gagal. Tapi mengapa kita tidak berfokus pada kemungkinan kita akan berhasil?
     Thought become thing. Apa yang Anda pikirkan akan menjadi kenyataan. Apa yang Anda yakini: Anda bisa atau Anda tidak bisa, adalah benar.



 


IV. Belajar Sukses Bisnis dari Kehidupan

 

Erik Arianto

 

Owner Erik Kaktus Indonesia, Trainer dan Pembicara Muda Life Center Indonesia & Focus Persada
     Salah satu hukum bisnis menyatakan bahwa kualitas keuntungan tidak ditentukan oleh kuantitas aktivitas bisnis. Tapi justru oleh kualitas transaksi. Karena, tidak sedikit orang menciptakan banyak transaksi, namun kualitas keuntungan yang didapat tak sebanyak jumlah transaksi yang diciptakan. Padahal apa yang kita inginkan adalah transaksi sebanyak mungkin dengan keuntungan sebesar mungkin.
      Transaksi adalah pelaksanaan keputusan dealing tentang tawaran yang kita setujui dan tawaran yang kita ajukan. Selanjutnya transaksi menciptakan harga (price of value).
Pada dasarnya semua orang sudah ditakdirkan hidup dengan ‘business of selling’. Terlepas apakah ia pengusaha atau orang biasa. Karena takdir itulah, maka sebagian hukum alam yang mengatur kehidupan ini adalah hukum untung rugi.
    Dalam menyikapi hukum, diperlukan kepemilikan sikap mental pengusaha (the entrepreneurship mental attitude). Atau sosok yang bermentalitas ‘creating‘ dan bertanggungjawab atas resiko keputusan yang diambil, serta menerima resiko sebagai pemilik.
     Terlepas dari job title yang Anda sandang saat ini, maka Anda adalah pengusaha dalam setiap keputusan yang Anda ambil. Karena Andalah yang akan merasakan rugi dan untungnya. Dan setiap saat kita pasti menciptakan transaksi dari tawaran kehidupan.
     Hanya saja yang sering membuat kita menderita kerugian, adalah keputusan transaksi yang tidak didukung oleh mentalitas pengusaha. Banyak sekali komoditas peristiwa hidup yang ditawarkan, tapi tidak kita ciptakan transaksi yang bertanggungjawab untuk memiliki keuntungan dari kerugian atau dari keuntungan.
    Walhasil, kita lebih sering menjadi pengusaha yang rugi. Contoh paling ril adalah kegagalan. Baik terjadi pada diri orang lain dan kita, atau disebabkan oleh orang lain atau kesalahan kita sendiri.
    Sebenarnya, peristiwa ini adalah komoditas yang ditawarkan oleh kehidupan. Kegagalan yang kita alami, sangat mungkin menjadikan kita rugi atau untung. Banyak pengusaha yang bisa menjadikan kegagalan sebagai the moment of truth untuk membangun keuntungan. Sebaliknya, tak sedikit yang justru menjadikan kegagalan hanya sebagai kegagalan, komoditas yang merugikan.


Watak Tawaran

 

     Tawaran bisnis memiliki dua watak yang menonjol: menarik (to attract), dan mendorong (to push). Kalau Anda pergi ke mal, maka semua komoditas yang dijajakan sudah didesain menarik dan punya daya tarik untuk menggoda kantong Anda. Demikian juga ketika Anda mengunjungi lokasi pasar kaki lima (tradisional).
        Meski teknik penjajaan komoditas di pasar tradisional tidak didesain semenarik mal, tapi teknik rayuan hingga gertakan pedagang, dapat mendorong Anda untuk membeli. Bahkan membuat diri Anda seakan-akan bersalah kalau tidak membeli tawarannya.
      Tidak berbeda dengan komoditas hidup yang ditawarkan kepada Anda. Baik orang pintar atau orang bodoh, bawahan atau atasan, terhina atau terhormat, pasti mendapatkan peristiwa yang sama. Kegagalan, tantangan, dan kesulitan adalah tawaran yang menarik/mendorong semua orang untuk berpikir negatif dan tidak mau bertanggung jawab apalagi memilikinya. Seakan menjadi aib yang memalukan.
      Perbedaannya adalah, apakah Anda akan menjadikan semua peristiwa yang tidak diinginkan itu sebagai tawaran yang perlu diciptakan transaksi? Atau Anda akan membayar langsung?
     Ketika Anda membayar langsung hanya karena dorongan (being pushed), atau terkesima oleh godaan daya tarik (being attracted), maka kemungkinan paling dekat adalah Anda tidak puas, atau Anda baru bisa mengakui barang yang Anda beli tanpa transaksi itu berguna setelah barang itu lusuh. Orang terkadang baru sadar, ternyata peristiwa yang tidak diinginkan bisa berguna setelah peristiwa menelan banyak pengorbanan alias lusuh.


Penyebab Kerugian

   Meskipun dunia ini terus berubah, tapi tidak berbeda dalam satu hal: terjadi perbandingan yang tidak seimbang antara jumlah populasi dunia yang beruntung dan merugi. Survei yang diadakan Hartford Company menemukan bahwa dari 100 orang ternyata tidak mencapai 20 orang yang dikategorikan beruntung.
   Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa kebanyakan kerugian transaksi kehidupan disebabkan oleh hal-hal berikut:

1.Tidak tahu harga/nilai komoditas
Pengusaha yang tidak tahu nilai komoditas akan membuat usahanya tidak untung, atau salah menilai harga jual-beli komoditas.

2.Tidak tahu Indeks Pasar
Supaya transaksi bisa untung, perlu dukungan data, informasi, pengetahuan dan pemahaman tentang harga yang berlaku bagi komoditas tertentu di pasaran. Demikian juga dengan diri kita.
Komoditas itu bisa bernilai tinggi sehingga layak disebut aset utama tetapi ada yang bernilai lebih rendah dari komoditas yang dimiliki oleh hewan.

3.Tidak menguasai hal teknis
Transaksi, baik dalam bisnis apalagi transaksi harga peristiwa kehidupan, membutuhkan penguasaan teknis. Mungkin bentuknya sangat variatif.
Ibarat seorang sopir. Kalau hanya jasadnya yang mengendalikan kendaraan, maka armada secanggih apapun tak akan bisa membantunya menghindar dari tabrakan.
Demikian pula dengan hidup kita. Yang menentukan pada akhirnya bukan atribut eksternal, tetapi murni diri kita sendiri.


Gergaji Kesuksesan

     Supaya bisa menciptakan transaksi yang menguntungkan, pembelajaran hidup yang perlu dijalani adalah seperti dikatakan Covey: mengasah gergaji. Apa saja yang harus Anda asah? Berikut ini urainnya:

1. Kepercayaan Diri
Pengusaha yang untung dalam menciptakan transaksi umumnya cakap dalam mengungkap keunggulan komoditas setinggi-tingginya, sehingga orang lain percaya. Tapi, kecakapan itu bukan peristiwa dadakan (dramatic event), melainkan keahlian yang diasah untuk menemukan keunggulan diri (negotiation skill), dan pengetahuan menyeluruh tentang konstelasi komoditas.
Ketika Anda menerima peristiwa hidup yang tidak diinginkan, maka untung-rugi sebuah transaksi ditentukan oleh sejauh mana Anda percaya bahwa peristiwa itu berharga, dan bahwa nilai yang dikandung di dalamnya bisa Anda gunakan. Kalau Anda tidak tahu harga dan tidak tahu kegunaanya (keunggulan) maka tawaran yang Anda lakukan tidak akurat alias banyak melesetnya.

2.Mentalitas
Belajar pada teori militer, sensitivitas diri seorang prajurit dibentuk dengan menggembleng doktrin yang membuatnya merasa “be” (menjadi). Ketika sudah merasa menjadi, maka gampang untuk “know”, lalu menjalankan “do”.
Demikian pula dengan doktrin pengusaha. Pertama kali adalah tanggung jawab atas resiko, kedua menerima resiko itu dengan rasa memiliki.

3. Kendali
Gergaji ini berfungsi untuk menjalani proses mengasah secara terus menerus. Kalau harus berhenti, niatkan hanya untuk istirahat, bukan meninggalkan. Begitu Anda mendapat stimuli merugikan, segeralah kembali pada predikat pengusaha dengan misi yang Anda emban.
Tanpa mengasah secara terus menerus, maka perubahan nilai komoditas, indek pasar dan penguasaan tehnis yang Anda miliki, akan tertinggal perubahan dunia. Karena tumpul, akibatnya bisa membuat Anda tidak ‘pede’ lagi ketika tawaran transaksi muncul.
Kesuksesan, seperti kata orang, tidak sebagaimana jalan tol, melainkan tangga. Kalau Anda sudah berhasil menapaki tangga pertama, logikanya Anda berpotensi kuat untuk menaiki tangga kedua, ketiga dan seterusnya. Demikian pula, jika Anda sudah bisa menghasilkan keuntungan sedikit, Anda pun punya potensi diri dan peluang untuk menciptakan transaksi dengan keuntungan banyak, walau tidak langsung.

 

 

No comments:

Post a Comment